Rabu, 25 Juni 2014

Parenting (bentuk disiplin)



Nah, sebelumnya kan saya sudah menuliskan mengenai 3 model pola asuh orang tua. Setiap model pola asuh sih sebenarnya punya tujuan yang sama dari si orang tua sendiri yaitu untuk membuat anak menjadi pribadi yang baik. Namun sering kali tanpa disadari orang tua mendisiplinkan anak dengan cara yang tidak sesuai dengan kondisi dan kebutuhan anak.
Disiplin sendiri menurut buku psikologi perkembangan karangan papalia berarti metode dari pembentukan karakter dan pengajaran kontrol diri serta perilaku yang dapat diterima.
Ada beberapa teknik dalam mendisiplinkan anak :
·        Reinforcement dan punishment
§  Reinforcement
Reinforcement sendiri terbagi menjadi reinforcement positif dan negatif.
Ø Reinforcement positif adalah pemberian sesuatu untuk meningkatkan frekuensi dilakukannya hal tersebut di kemudian hari.
Ø Sedangkan reinforcement negatif adalah penarikan sesuatu dari si anak. Contoh reinforcement negatif misalnya seorang anak yang berjanji akan pergi ke mall bersama papa, namun paginya ia bolos sekolah. Papanya kemudian membatalkan pergi ke mall karena anak tersebut tidak patuh.
Reinforcement dapat berupa internal atau eksternal.
Reinforcement internal contohnya pujian, dan yang eksternal contohnya anak diberikan boneka.

 
§  Punishment
Rang tua sering kali salah dalam menggunakan teknik ini. Yang dimaksud adalah corporal punishment yaitu bentuk hukuman kepada anak dengan melibatkan fisik. Ini dilakukan hanya untuk membuat anak merasa sakit, bukan untuk menyakiti dan membuatnya luka-luka. Tujuannya tentu saja untuk mengontrol perilaku anak dan memperbaikinya. Corporal punishment tentunta berbeda dengan physical abuse.
Jika corporal punishment diberikan oleh orang tua dengan case tertentu, ini akan menjadi bentuk hukuman yang sangat efektif untuk menurunkan perilaku anak yang tidak diinginkan. Namun jika anak terlalu sering mendapat hukuman fisik dengan jenis hukuman yang terlalu menyakiti (harsh punishment), maka anak cenderung akan tumbuh menjadi anak yang menunjukkan perilaku agresif(padahal pada dasarnya hukuman fisik diberikan untuk menurunkan perilaku agresif yang dilakukan anak) atau sebaliknya menjadi pasif.
Sekali lagi saya ingin memberitahukan kepada orang tua, corporal punishment membuat anak menyadari kesalahannya, sedangkan physical abuse menyakiti dan membuat anak tertekan. Jangan lampiaskan kekesalan anda pada tubuh anak, itu akan sangat mengganggu perkembangannya.

·        Power assertion, induction, dan withdrawal of love
§  Power assertion
Bentuk hukuman dengan menggunakan fisik atau hukuman verbal. Biasanya orang tua akan langsung mengatakan suatu hal itu salah.
§  Teknik induktif
Teknik yang digunakan untuk menstimulasi perilaku yang diharapkan dengan cara melibatkan rasa keadilan dan emosi anak.
§  Withdrawal of love
Mendisiplinkan anak dengan cara seperti menghindari, men’cuek’i, atau menunjukkan rasa tidak suka terhadap perilaku anak.

Keefektifan dari strategi ini tergantung pada kondisi, umur anak, dan kualitas hubungan orang tua dan anak.  Orang tua menggunakan induktif untuk melatih anak melihat dari sisi orang lain. Sedangkan power assertion digunakan dalam kasus dengan kesalahan berat. Namun untuk anak usia kanak-kanak, teknik induktif dianggap paling efektif karena ini melibatkan emosi anak terhadap rasa empati kepada korban dari kesalahan anak tersebut. Hal ini membuat pemahaman moral anak menjadi baik. Tentang perilaku apa yang salah, dan yang menyakiti orang lain.



Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam memberi hukuman kepada anak :
1. Timing
Jarak antara dilakukannya perilaku dengan pemberian hukuman sebaiknya tidak terlalu jauh agar anak mengerti dengan jelas perilaku apa yang salah dan harus diperbaiki.
2. Konsisten
Pemberian hukuman harus bersifat konsisten. Jika hari ini A mencuri dan ia dihukum, maka besok jika ia mencuri ia harus tetap dihukum agar tidak terjadi kebingungan antara perilaku yang benar dan salah.
3. Harus signifikan
Jenis kesalahan dan hukuman harus signifikan. Contohnya jika anak memukul temannya sampa luka-luka, maka model withdrawal of love rasanya kurang efektif.
4. Fokus pada kesalahan
Dalam pemberian hukuman, yang harus diserang adalah kesalahannya, bukan menyakiti pribadi anak.
 
Tetapi yang terpenting dari semua bentuk disiplin adalah anak mengerti pesan apa yang ingin disampaikan oleh orang tuanya. Secara kognitif dan emosi. Yang harus ditakuti orang tua adalah bahwa mereka memberi hukuman tanpa anak mengerti apa maksud dari pemberian hukuman tersebut.

Anak bagaikan pohon rambat. Jika pohon rambat dibiarkan tumbuh sekehendak hatinya, maka akan tumbuhlah ke segala arah, tanpa tujuan, tak sedap dipandang dan akan mengganggu manusia di sekitarnya. Tapi jika diarahkan bahkan dibentuk, maka akan tumbuhlah sesuai dengan apa yang kita arahkan, maka keindahan yang terpancar dari tanaman itu akan berguna dan memukau orang disekitarnya. Maka rangkailah anak kita dengan jiwa seni, kasih sayang dan kelembutan, maka tanaman rambat itu akan menjadi bukan sekedar tanaman rambat. -Unknown

 
Thankyou For reading. GBU

Senin, 23 Juni 2014

Model pola asuh orang tua (Parenting style)

Peran pola asuh orang tua sangat berpengaruh dalam tahap perkembangan anak. Seperti yang kita ketahui, kehidupan sosial yang pertama kali dihadapai anak adalah keluarga. Hubungannya dengan anggota keluarga khususnya pengasuhnya tentunya menjadi hal yang sangat penting.

Seorang tokoh psikologi pernah berkata "berikan aku seorang anak, dan aku akan membentuknya menjadi seperti yang kita inginkan". Meskipun kepribadian anak dipengaruhi oleh nature(bawaan), namun nuture(lingkungan) juga berpengaruh. Dalam hal ini, pola asuh dari pengasuh (biasanya kedua orang tua) khususnya dalam masa awal kehidupannya sangat mempengaruhi anak akan tumbuh menjadi seperti apa dan bagaimana anak akan memperlakukan orang lain nantinya.


Dalam psikologi perkembangan khususnya perkembangan psikososial kanak-kanak awal, model pola asuh orang tua menjadi salah satu isu yang dibahas. Seorang psiklolog klinis dan perkembangan mengemukakan 2 model pola asuh orang tua. Jikalau anda sudah menjadi orang tua, kira-kira model pola asuh yang anda terapkan yang mana? Dan jika kamu adalah seorang anak, maka pola asuh yang kamu dapat jenis yang mana ya? Let's check it out!
1. Authoritarian
Model pola asuh dimana orang tua memegang kontrol penuh  dan menuntut kepatuhan anak atas aturan atau nilai-nilai yang mereka tetapkan tanpa anak tersebut melakukan perbantahan atau banyak ulah. Jenis orang tua yang seperti ini biasanya adalah orang tua yang cenderung dingin.
Anak dengan model pengasuhan seperti ini akan cenderungtumbuh menjadi anak yang menarik diri, tidak puas, penuh kekecewaan, dan sulit mempercayai orang lain.

2. Permissive
Orang tua memberi kebebasan untuk melakukan self-expression dan self-regulation kepada anak. Mereka juga membiarkan anak untuk mengatur sendiri seluruh kegiatannya tanpa memberi tuntutan kepada anak(kalau ada sangat sedikit). Orang tua juga jarang menghukum anak ketika anak melakukan kesalahan. Dan cenderung dapat diajak bernegosiasi dalam semua hal.
Anak cenderung akan tumbuh menjadi anak yang egois, semua kenginannya harus terpenuhi, kurang memiliki kontrol diri, dan kekurangan arahan dalam hidup.

3. Authoritarian
Orang tua menghargai keberadaan anak sebagai suatu individu dan pemilik dari hidupnya sendiri, namun juga membatasi kebebasan anak. Mereka memiliki arah dalam membimbing anaknya. Mereka percaya akan kemampuan mereka membimbing anak, namun tetap menghargai setiap keputusan, keinginan, dan kepribadian anak.
Mereka member contoh yang baik kepada anak. Mereka penyayang, namun juga memberi hukuman kepada anak jika memang dibutuhkan namun tetap mendukung anak untuk menjadi lebih baik. Orang tua juga memberi penjelasan kepada anak atas apa yang mereka putusan dan lakukan. 
Anak dengan model orang tua seperti ini akan tumbuh menjadi anak yang percaya diri, memiliki kontrol diri, tegas, dapat mengambil keputusan, bisa berekspressi, dll.

Namun, kemudian teori model pola asuh orang tua ini ditambahkan lagi oleh Eleanor Maccoby dan John Martin. Nama untuk parenting style yang mereka tambahkan adalah :
Neglectful atau uninvolved, yaitu orang tua yang hanya berfokus pada dirinya. Ini bisa disebabkan karena stress atau depresi akibat masalah yang mereka alami, sehingga mereka selalu berpusat pada kebutuhan mereka dibandingkan dengan anak. 

Memang benar setiap orang tua punya cara mendidik anaknya masing-masing, namun setuju atau tidak model pola asuh autoritatif adalah yang terbaik jika dibandingkan dengan yang lainnya. Model pola asuh ini membuat anak mengerti apa yang benar dan salah, namun tetap dapat mengambil keputusan pribadi. Anak merasa dicintai dan dihargai sebagai individu. Itulah sebabnya anak dengan model pola asuh ini cenderung lebih populer di kehidupan psikososialnya. Tak lain karena dia dapat memperlakukan dirinya dan orang lain dengan baik.

Ayo untuk semua orang tua, orang tua memang harus mengajarkan banyak hal kepada anak, tapi coba untuk menghargai anak sebagi individu yang berhak berpendapat, memilih, dan memutuskan. Jika menghukum, hukumlah anak karena kalan mencintai dan mengajarnya, bukan karena ingin menghajar atau menyakitinya. Percayalah, jika anak-anak anda mempercayai dan menghargai anda, tanpa harus diancam dengan hukuman atau aturan-aturan yang mengikatnya sekalipun, anak akan tetap menuruti anda.



Saya belum menjadi orang tua, bahkan perjalanan saya untuk itu masih panjang. Namun saya ingin berbagi apa yang saya pelajar agar kita bisa sama-sama tau dan belajar.

Saya tutup postingan saya kali ini dengan kutipan puisi dari seorang penulis dan konselor terkenal Amerika :

Jika anak dibesarkan dengan celaan, ia belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, ia belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan hinaan, ia belajar menyesali diri

                    Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri
                    Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri
                    Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai
                    Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, ia belajar keadilan

Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar kepercayaan
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar
menemukan cinta dalam kehidupan.



Sabtu, 21 Juni 2014

Dukungan psikologis untuk penderita AIDS

Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome atau biasa disingkat AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV.HIV (Human Immunodeficiency Virus) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Nah, jadi orang yang terserang AIDS akan kehilangan kekebalan tubuhnya yang kemudian menyebabkan serangan penyakit-penyakit lain di bagian dan organ tubuhnya. Penyakit AIDS menular lewat darah.
Kita sering kali memberikan prejudice yang salah mengenai orang yang terkena penyakit AIDS. Kita  beranggapan bahwa orang yang terkena penyakit AIDS adalah orang-orang yang sering bergonta-ganti pasangan, sering melakukan hubungan seks diluar pernikahan. Hanya kita tidak menyadari bahwa penularan penyakit AIDS bukan semata-mata hanya karena hubungan seks (kelamin, oral, anus)  namun ada beberapa faktor lain diantaranya :
  1. Transfusi darah
  2. Penggunaan jarum bersama (akupuntur, jarum tattoo, harum tindik).
  3. Antara ibu dan bayi selama masa hamil, kelahiran dan masa menyusui.
Dan jangan salah, ada juga orang yang terkena penyakit AIDS bukan karena kesalahannya sendiri, tapi telah disengaja oleh orang lain. Seperti ada kasus dimana seorang penderita AIDS yang tidak dapat menerima kondisinya sengaja melukai dirinya sendiri dan orang lain, lalu menempelkan bekas luka tersebut pada bekas luka orang lain.

Namun tidak perlu kuatir berlebihan, karena hidup serumah dengan orang AIDS tidak memastikan bahwa anda juga akan tertular. Penularan AIDS hanya lewat darah. Dan virus HIV yang ada di darah tersebut juga tidak bisa bertahan terlalu lama di udara. Sehingga kita tidak perlu berlebihan sampai memisahkan perlengkapan kita dengan orang AIDS. Ini tidak mencegah, malah membuat penderita AIDS tertekan secara psikologis. Juga perlu ditekankan, penularan AIDS tidak terjadi lewat air liur. Jadi, berciuman dengan orang pengidap AIDS tidak membuat anda tertular. Kecuali jika terdapat luka di rongga mulut.

Perlakukan kita yang berbeda kepada mereka tentunya membuat mereka merasa dikucilkan dan didiskriminasi.Hal ini tentunya menekan psikologis mereka. Beberapa hal yang dapat kita lakukan antara lain adalah menjadi teman bicara bagi mereka yang terserang penyakit ini :
- Jangan jauhi apalagi menolak mereka.
- Jangan memberikan penilaian-penilaian primitif terhadap kondisi mereka
- Perlakukan mereka sama seperti kalian memperlakukan yang lainnya
- Ketahui bahwa mereka memiliki HAM sama seperti kita
- Yakinkan mereka bahwa mereka masih bisa berkarya
- Bantu mereka untuk lebih dekat dengan sang Pencipta

Jika dirangkum, ada 3 dimensi yang dibutuhkan oleh penderita AIDS :
Dimensi dukungan sosial meliputi 3 hal:

1. Emotional support, miliputi; perasaan nyaman, dihargai, dicintai, dan diperhatikan

2. Cognitive support, meliputi informasi, pengetahuan dan nasehat

3. Materials support, meliputi bantuan / pelayanan berupa sesuatu barang dalam mengatasi suatu masalah. (Nursalam, 2007)

Lalu bagaimana cara mencegah penularan virus HIV ?
  1. Jangan melakukan hubungan seksual diluar nikah
  2. Jangan berganti-ganti pasangan seksual
  3. Abstrinensi (tidak melakukan hubungan seks)
  4. Seorang ibu yang didiagnosa positif HIV sebaiknya jangan hamil.
  5. Penggunaan jarum suntik sebaiknya sekali pakai
  6. Jauhi narkoba.

Mengapa saya tidak memasukkan kondom sebagai salah satu pencegahan? Karena berdasarkan survei, tingkat kebocoran kondom adalah 30% dimana ini merupakan angka yang cukup besar. Oleh karena itu saya rasa ini tidak cukup baik untuk mencegah penyebaran AIDS.
 
Nah, tentunya kita tidak mau terserang AIDS kan? Memang hidup dan mati seseorang ditangan Tuhan, tapi jangan memperpendek umur dengan melakukan hal-hal konyol yang membahayakan diri sendiri. Buat kalian yang punya keluarga atau orang terdekat yang terserang penyakit ini, ingat jangan diskriminasi mereka. Perlakuan kalian cukup menentukan semangat hidup mereka :)
Dan khususnya untuk kalian yang sudah terkena penyakit ini percayalah life must goes on!! kalian harus bangkit dan terus berkarya. Doa dan dukungan kami menyertai.

Thankyou for reading. GBU

Selasa, 17 Juni 2014

Menjadi pemilih yang cerdas

Haloo, ga terasa uda tinggal hitungan minggu lagi kita akan segera melakukan pemilu alias pemilihan umum. Nah kalo kamu ga mau ngomel-ngomel nantinya karena pemimpin yang terpilih ternyata tdk sesuai dengan harapan mu, ini saatnya kamu utk menggunakan hal pilihmu dengan baik (khususnya buat yg uda ada KTP ya.. hehe). Ya kalau kamunya mau golput, nanti siapapun yang terpilih siap-siap deh ya utk kunci mulut rapat-rapat dan kuncinya dikubur.

So, gimana ya supaya nanti kamu ga asal coblos? Ada tips nih buat kamu yang emang benar-benar mau menggunakan hak suara mu dengan baik. Let's check it!
1. Ketahui visi-misi capres dan cawapres mu.
ini nih web yang berisikan visi-misi Jokowi-JK  http://jkw4p.com/visi-misi/ dan untuk pasangan Prabowo-Hatta http://selamatkanindonesia.com/
Ingat pilih presiden dan wakil presiden yang visnya untuk kepentingan rakyat, bukan kepentingan pribadi atau golongan tertentu (hmmm pemerintah mungkin?)

2. Kenali capres dan cawapres secara lebih dalam.
Sangat disarankan utk tdk hanya melihat dari 1 sisi. Misalkan saya pendukung Jokowi, saya hanya melihat/ membawa berita tentang Jokowi. Lihatlah dari kedua kubu.
Cari tau lebih dalam tentang bagaimana capres dan cawapres yang nantinya akan dipilih. Dimulai dari kepribadiannya, pengalaman hidupnya, dan catatan prestasi serta pelanggaran mereka. Contohnya aja nih ya calon yang katanya mengharamkan korupsi tapi dianya pernah terlibat kasus korupsi. Atau yang katanya menunjung tnggi HAM tapi pernah melanggar pelanggaran HAM. Loh kan gak lucu ya??

 3. Ikuti perkembangan lewat debat capres dan cawapres.
Sangat disarankan untuk tidak menelan mentah-mentah informasi dari media. Sadar atau tidak, media sangat mempengaruhi opini publik. Namun sayangnya sekarang media (cetak/ elektronik) sedang berat sebelah. Semua tergantung kepentingan masing-masing. Stasiun TV A akan cenderung memberikan info positif mengenai capres A jika ia(pemilik stasiun TV tersebut mungkin) mendukung capres A. Begitu juga sebaliknya. So, jauh lebih baik jika kita menyaksikan sendiri lewat debat capres dan cawapres. Dari cara menjawab dan melontarkan pertanyaan, saya rasa kita sudah cukup bisa menilai pemimpin yang mana yang lebih kita inginkan dan butuhkan.

4. Apa yang kamu cari? leader atau bos?
Didalam salah satu mata kuliah psikologi dipelajari ada 1 perbedaan sederhana antara leader dan bos. Leader adalah orang yang berkata 'LET'S GO!' yang berarti kita jalan bersama sedangkan bos akan berkata 'GO!' yang artinya ini tugas, silahkan kamu lakukan.
So, what are you searching for? leader or boss?

5. Jangan hanya mencari pemimpin yang ideal, tapi jadilah pemilh yang ideal.
Kalau kamu menginginkan pemimpin yang jujur, maka jadilah pemilih yang jujur. Kalau seorang pemimpin menyogokmu dan melakukan politik uang atau bahkan menyarankanmu untuk menerima politik uang, maka nyatalah bahwa ia tidak layak dijadikan pemimpin. Kalau dalam hal pemilu aja tidak jujur, maka bohong kalau dia mengatakan akan memimpin negara dengan jujur. Nah, kalau kamu mau pemimpin yang cerdas, jadilah pemilih yang cerdas. Alias tidak ikut arus. Jangan karena dari 10 orang yang kamu kenal, 8 diantaranya memilih capres A maka kamu ikut-ikutan memilih capres A. You should have your own choice. The choice that comes from your deepest heart. Cieileeee

Pemimpin yang ideal itu seperti apa?
Dipelajaran Psikologi Industri dan Organisasi ada di bahas tentang ciri-ciri pemimpin yang ideal itu. Emang bukan secara spesifik ke masalah capres, tapi boleh lah untuk dibagi.
- jujur
- kompeten
- melihat kedepan
- menginspirasi

Nah, tapi saya rasa ada beberapa kriteria tambahan untuk pemimpin yang saya cari :
- bekerja
bukan hanya pemimpin yang mengumbar-umbar janji. Saya mencari pemimpin yang melakukan apa yang dia janjikan. (capek di PHPin terus)
- berintegritas
- visi misinya utk meningkatkan kesejahteraan rakyat
- tegas
bagi saya sendiri, tegas bukan soal nada bicara yang tinggi atau gaya bicara yang meyakinkan. Tegas lebih merunjuk kepada keberanian mengambil keputusan.
- menghargai (waktu, orang lain)
contoh kecilnya dapat dilihat sewaktu debat capres dan cawapres
- tidak memandang rendah atau membedakan suku, golongan, dan agama tertentu.
Bukankah Indonesia terdiri dari 5 agama, banyak suku dan budaya? Bukankah apapun suku dan agamanya, mereka adalah bagian dari Indonesia yang kesejahteraannya juga harus diperhatikan?
- tidak munafik











Nah, itu deh semua tips menjadi pemilih yang cerdas menurut saya. Semoga bisa membantu buat kalian yang sedang mempersiapkan diri menjadi pemilih yang cerdas.

Postingan kali ini akan saya tutup dengan sebuah quote sederhana dari Jerry McClain of Seattle, WA
 The best example of leadership, is leadership by example.


 Terimakasih sudah membaca. GBU

Jumat, 06 Juni 2014

Andragogi dan Pedagogi



Sebelum kita berbicara lebih lanjut mengenai perbedaan andragogi dan pedagogi, saya akan sedikit memaparkan pengertian dari keduanya. Andragogi sendiri adalah seni atau gaya pembelajaran yang ditujukan pada orang dewasa. Sedangkan pedagogi adalah kebalikannya yaitu seni aau gaya pengajaran yang ditujuan pada anak.

Berikut adalah beberapa perbedaan andragogi dan pedagogi beserta pengalaman pribadi saya sebagai contohnya :
1.       Peran pelajar dan pengajar.  Tak perlu jauh, dari panggilannya saja sudah jelas berbeda. Pada pedagogi, pelajar di sebut sebagai ‘anak didik’, sedangkan pada andragogi ‘peserta didik’. Selain pada sebutannya, peran pelajar juga berbeda dalam pedagogi dan andragogi. Pada pedagogi pembelajaran lebih berpusat kepada guru. Pelajar memiliki peran pasif, yaitu hanya menerima apa yang disodorkan oleh guru. Mungkin contohnya akan lebih terasa pada anak-anak di jenjang pendidikan TK. Namun karena saya tidak pernah berada di jenjang TK, maka pedagogi ini paling saya rasakan di bangku SD. Sewaktu SD, pembelajaran hanya berpusat pada guru. Dikelas jarang sekali ada proses tanya jawab. Saya hanya duduk, mendengarkan, dan melakukan apa yang di perintahkan oleh guru. Saya ingat, dulu kami belajar tentang cara mengeja dan menulis ejaannya. Saya hanya mendengar apa yang guru saya sampaikan, lalu saat diberi tugas saya mengerjakan seperti instruksi walaupun tidak mengerti mengapa saya harus melakukan itu. Intinya dulu bagi saya ke sekolah adalah mendengarkan dan melakukan apa yang disampaikan oleh bapak/ ibu guru. Setiap hari saya datang ke sekolah tanpa tau apa yang akan kami pelajar hari itu. Guru bidang studi lah yang nanti akan menjelaskan apa yang akan kami pelajari. Ini jelas berbeda dengan masa sekarang dimana saya duduk di bangku kuliah dan berada dalam proses pembelajaran andragogi. Dimana peran utama bukan lagi terletak pada pengajar (guru/ dosen), tapi pada pelajar (peserta didik). Di kuliah pun, mahasiswa lebih banyak berperan aktif. Kalau dulu pembelajaran paling dominan adalah saat guru menerangkan, kini pembelajaran paling banyak pada saat saya bertanya dan mencari tau sendiri. Guru hanya sebagai fasilitator. Peran saya menjadi aktif, bukan lagi pasif. Masa SMA bagi saya adalah masa transisi dari pedagogi menjadi andragogi.
2.       Iklim belajar. Pembelajaran pedagogi lebih menekankan pada pertolongan dari orang lain (biasanya guru). Sedangkan pada andragogi lebih bersifat kompetitif. Contohnya saat SD, jika ada hal yang tidak begitu saya pahami, maka saya akan berharap penuh pada guru untuk menerangkan kepada saya. Hal lainnya adalah pada saat SD sangat sedikit adanya perasaan berkompetisi dalam diri saya. Intinya saya mengerjakan apa yang diperintahkan. Namun di bangku kuliah perasaan untuk berkompetisi itu menjadi kuat. Siapa yang paling menguasai, dialah juaranya. Namun bukan berarti tidak adanya rasa untuk saling tolong enolong. Namun cenderung pada andragogi mulai timbul perasaan kompetitif.
3.       Perumusan tujuan. Perumusan tujuan pada pedagogi dilakukan oleh guru. Sementara pada andragogi oleh pelajar atau peserta didik sendiri. Jika dulu pada masa SD dan SMP (juga masih sedikit terasa di SMA), setiap awal tahun guru akan menyampaikan apa tujuan pembelajaran selama 1 semester, dan kita dituntut untuk patuh. Makan pada masa kuliah, perencanaan tujuan ini lebih bersifat negosiasi antara dosen dan peserta didik. Terbukti dengan selalu di tanyakannya ‘ada yang kurang setuju? Ada masukan?’. Siswa pada masa pedagogi dianggap masih perlu dituntun untuk apa yang akan dicapainya, sedangkan pada andragogi peserta didik dianggap sudah cukup dewasa untuk berkompromi.
4.       Motivasi. Pada pedagogi motivasi bersifat eksternal, atau berasal dari luar. Sedangkan pada andragogi bersifat internal. Dulu pada masa SD, saya akan sangat semangat belajar jika mama menjanjikan akan membawa saya jalan-jalan ke Medan jika nilai ujian saya bagus. Atau papa yang berjanji membelikan barang-barang yang saya inginkan. Namun sekarang tujuan saya untuk giat dalam perkuliahan karena saya ingin menguasai setiap materi dan tidak ingin melewati masa-masa perkuliahan serta setiap kesempatan dengan sia-sia. Kini saya tidak lagi membutuhkan reward dari orang lain.
5.       Pengalaman. Pada pedagogi siswa hanya memiliki sedikit pengalaman. Karena segala sesuatu berasal dari guru. Sedangkan pada andragogi pengalaman akan lebih banyak. Contohnya saja dalam pembuatan makalah. Pada masa SMP, jika mendapat tugas makalah maka guru akan memberitahu halaman berapa sampai halaman berapa yang akan menjadi bahan pembahasan. Sedangkan di bangku perkuliahan, dosen hanya memberikan judul besar atau bahkan hanya nama ahli. Selebihnya menjadi tugas mahasiswa untuk mengumpulkan data dan mencari tahu. Pengalaman menjadi lebih luas. Saya sendiri mulai memaksa diri saya untuk mencari tahu lebih banyak dan memperluas pengalaman saya sendiri.
6.       Pengambilan keputusan. Pada pedagogi keputusan diambil oleh guru. Pada andragogi diputuskan bersama. Contohnya dulu sewaktu saya SMP, saya dipilih menjadi ketua kelas langsung oleh wali kelas saya. Walaupun ada beberapa teman yang lebih mencalonkan siswa yang lain, tapi keputusan dipegang oleh wali kelas. Namun pada bangku kuliah dosen tidak sibuk-sibuk lagi memikirkan tentang siapa yang akan menad komting ataupun wakil komting, semua diserahkan kepada mahasiswa untuk dirundingkan bersama.
7.       Pelaksanaan evaluasi. Pada masa SD, yang selalu melakukan evaluasi terhadap prestasi saya adalah guru. Biasanya diakhir semester, wali kelas akan memberitahukan kepada orang tua saya tentang bagaimana prestasi saya dalam satu semester ini. Apakah prestasi saya menurun atau meningkat, semakin malas atau rajin, dan mengenai motivasi belajar. Lalu orang tua saya akan mulai memberi ‘wejangan-wejangan’ setelah selesai pembagian rapor bulanan atau semester. Sementara dimasa kuliah yang adalah andragogi, evaluasi itu tidak diberikan lagi oleh pengajar (dosen), namun harus dilakukan oleh saya sendiri. Biasanya tiap 1 minggu sekali saya akan melakukan evaluasi terhadap diri saya khususnya dalam bidang pendidikan. Apakah motivasi belajar saya menurun atau meningkat. Apakah saya semakin malas atau rajin. Juga kontrol orang tua menjadi sangat sedikit. Segalanya berpusat pada diri saya sendiri.

sekian penjelasan singkat dari saya. Semoga bermanfaat. GBU :)