Selasa, 30 Desember 2014

Kisah hidup Park Geun-hye ditinjau dari teori Viktor Frankl

Masih dalam ingatan segar ketika berlangsung pilpres di Korea Selatan, ada seorang capres menarikan tarian tunggang kuda dari Niaoshu bersama masyarakat, serta membungkukkan badan men­cuci kaki rakyat jelata.
Akhirnya dia terpilih sebagai presiden wanita pertama Korea Selatan, dia adalah Park Geun-hui.
Banyak sekali orang Korsel yang beranggapan, Park Geun-hye memiliki kelembutan, kesantunan, diam dan ketabahan dari wanita tradisional Korea, bersamaan itu juga mewarisi niatan baja dari ayahnya Park Chung-hee. Dalam kehidupan sebagai Presiden selama 18 tahun, Park Chung-hee telah menciptakan "Keajaiban Han-jiang", tetapi juga meninggalkan nama buruk sebagai "penguasa diktator".
Setelah ia terbunuh puluhan tahun silam, segala kesalahan, pa­hala, kemuliaan dan aib, semuanya ditinggalkan kepada Park Geun-hye. Karena berkepala dingin dan tenang dia dikenal sebagai "Ice Princess" oleh dunia luar, dengan mengemban kebencian dan kecin­taan seluruh rakyat Korea Selatan terhadap ayahnya, dia masuk ke kepemimpinan level teratas Korea Selatan.
Park Geun-hye dalam oto­biografinya yang berjudul Kepu­tusasaan Telah Melatih Saya, mengenang masa kecilnya san­gat tergila-gila akan buku cerita Kisah Tiga Negara (Sam Kok), sangat tertarik kepada Zhao Yun, jenderal besar Negara Shu yang berwatak ksatria dan berani, demi keadilan dia rela mengorbankan nyawa. Dia berkelakar mengatakan bahwa Zhao Yun lah pacar pertama dirinya. Mantan putri pertama Ko­rea Selatan, Ibu Negara ini karena mengalami musibah besar yakni ayah dan ibunya terbunuh menyisakan trauma besar pada batinnya.
Dalam situasi politik yang ber­golak, dengan mata kepala sendiri dia melihat bagaimana kalangan politik mengkritik ayahnya, meng­hadapi berbagai macam fitnahan yang tak tertahankan, realitas pengkhianatan, telah menyadari hangat dan dingin perasaan ma­nusia dalam kehidupan berpolitik, sehingga membuat Park Geun-hye yang saat itu baru berusia 27 tahun memutuskan untuk mundur, men­gajak adik laki dan perempuan dia meninggalkan Cheongwadae (ge­dung putihnya Korsel). Sejak itu dia meninggalkan dunia politik.
Chun Doo-hwan mantan presiden Korsel pernah menurunkan perintah tidak mengizinkan Park Geun-hye mengikuti kegiatan sosial secara terbuka, tidak mengizinkan dia bersembahyang kepada ayah dan ibunya, dikenakan tah­anan rumah dalam bentuk lain.
Karena pengalaman hidup yang mengenaskan dan menyakitkan ini, membuat dia terjerumus ke dalam keputusasaan yang sangat dalam seolah tanpa dasar. Setiap hari hidup dalam siksaan batin, sehari rasanya setahun. Suatu ketika Park Geun-hye secara kebetulan meli­hat sebuah lukisan, dalam lukisan itu menggambarkan sebuah batu karang yang tetap berdiri tegak di atas ombak lautan yang bergelora, membuat dia merasakan hal sama seperti situasi ketika itu yang dia alami sendiri.
Dia berharap bisa seperti batu karang itu tetap berdiri tegak, di hadapan segala kesulitan, menja­dikan kesulitan dan kesengsaraan yang pernah dia alami sebagai batu pijakan untuk mengasah diri, dengan mengutamakan nilai-nilai kehidupan, mempertahankan jalan yang benar.
Dia sangat bersyukur di desa bertemu dengan banyak orang yang polos dan jujur, kasih mereka tan­pa pamrih telah membawakan ke­beranian kepadanya untuk hidup. Dia juga bersyukur, selama masa-masa paling sulit, karena membaca karya klasik dan filsafat Tiongkok, telah membawakan kekuatan da­mai kepadanya, dan dari keadaan itu telah menyadari cara untuk menanggulangi kesulitan. Terha­dap hal tersebut, dia menyebutkan bahwa dirinya "mempunyai jodoh pertemuan yang sangat mendalam dengan Tiongkok."
Syahadat kehidupannya adalah "Manusia hidup di dunia, asalkan tenang hati karena merasa dirinya benar sudah cukup". Soal hal tersebut dia menjelaskan, manu­sia hidup di dunia, tidak dapat di­hindari akan mengalami kekece­waan atau kesulitan dan bahaya, juga ada kemungkinan mengalami pengkhianatan. Hal-hal tersebut semuanya tidak bisa dihindarkan. Walaupun tidak bisa dihindari, akan tetapi dalam situasi apapun, tidak seharusnya kehilangan diri sendiri. Agar tidak kehilangan diri sendiri, dia sangat mementingkan prinsip dan menaruh perhatian atas kejujuran.


Mei 2006, ketika Park Geun-hye berpidato membantu calon wa­likota Seoul untuk mendapatkan suara dukungan dia diserang, luka tergores oleh pisau yang dibawa pelaku penyerangan. Pengalaman kali ini, membuat dia teringat akan ayah dan ibunya yang terbunuh oleh tembakan peluru. Di dalam buku otobiografinya dia menulis­kan, "Walaupun dalam pengalaman hidup saya ini telah mengalami berkali-kali kesengsaraan yang tidak pernah dialami oleh orang lain, akan tetapi dia sama sekali tak menduga akan sekali lagi mengalami bencana jasmani seperti ini."
Luka akibat penyerangan itu sangat dalam, tetapi beruntung ti­dak melukai urat nadi leher, dan kebetulan juga terhindar dari saraf wajah, kebetulan juga disekitar rumah sakit, juga kebetulan sekali pada jam-jam itu ruang operasi tidak dipergunakan rumah sakit, dokter ahli juga segera tiba. Serentetan kebetulan ini, membuat dia teringat, "Setelah mengalami in­siden penyerangan itu, saya mulai beranggapan kehidupan saya se­lanjutnya adalah kehidupan yang dianugerahkan Tuhan kepada saya, kalau dia tidak mengambil nyawa saya, dapat dipastikan masih ada masalah yang masih belum saya selesaikan, dengan sendirinya juga memandang hambar perolehan dan kehilangan dalam dunia fana ini."
Park Geun-hye terhadap masa pemerintahan Park Geun-hye ayahnya sendiri, menjadikan ekonomi dan keamanan nasional sebagai perkembangan nasional terpenting. Demi mencapai tujuan ini, dibelakang tumbuhnya angka perekonamian, pekerja menderita penindasan lingkungan kerja yang berkondisi buruk. Demi melaku­kan perlindungan diri sendiri diha­dapan ancaman oleh Korea Utara, pemerintah melakukan hal-hal yang menginjak-injak Hak Asasi Manusia. Terhadap hal ini dia den­gan tulus hati meminta maaf ke­pada para warga yang mengalami penindasan dan telah dilukai.
Presiden Wanita Korea Selatan yang sekarang sedang menjabat seorang presiden yang mengalami pasang surut kehormatan dan keni­staan selama setengah abad, di­dalam matanya sekarang, banyak pengalaman yang pernah dia alami seperti buih dalam kehidupan yang tidak perlu, demi mencampakkan buih-buih ini, dia berketegasan "Tidak peduli dalam keadaan yang bagaimanapun juga, manusia harus lurus berkeadilan. Jika demi mem­peroleh sesuatu, dan tidak segan-segan untuk membahayakan orang lain, pada akhirnya bisa seperti keranjang bambu diisi air, sia-sia belaka." (lin/rahmat)

Teori Viktor Frankl


ViktorEmil Frankl, M.D., Ph.D. ia lahir pada 26 Maret 1905 dan meninggal pada 2 September 1997. Dalam bukunya, Man's Search for Meaning, Ia mencatat pengalamannya sebagai seorang tahanan kamp konsentrasi dan menguraikan metode psikoterapisnya dalam upaya mencari makna dalam segala bentuk keberadaan, bahkan yang paling kelam sekalipun, dan dengan demikian juga alasan untuk tetap hidup. Hal ini dilandasi oleh latar belakangnya sebagai pengagas dari aliran Logotherapy. Filsafat Logoterapi mensiratkan sebuah harapan besar tentang masa depan kehidupan manusia yang lebih berharga dan bermakna. Teori ini dibangun diatas tiga asumsi dasar, dimana antara yang satu dengan yang lainnya saling berhubungan, yaitu :
a. Kebebasan berkeinginan (freedom of will)
Viktor Frankl menganggap manusia sebagai makhluk yang memiliki berbagai potensi luar biasa, tetapi sekaligus memiliki keterbatasan dalam bebarbagai aspek. Kebebasan manusia bukan merupakan kebebasan untuk menentukan sikap (freedom to take a stand) secara sadar dan menerima tanggung jawab terhadap kondisi-kondisi, baik kondisi lingkungan maupun kondisi diri sendiri. Dengan demikian kebebasan yang dimaksud Frankl bukanlah  lari dari persoalan yang sebenarnya harus dihadapi.
b. Keinginan akan makna (will of meaning)
Manusia dalam berperilaku mengarahkan dirinya sendiri pada sesuatu yang ingin dicapainya, yaitu makna. Keinginan akan makna inilah yang mendorong setiap manusia untuk melakukan berbagai kegiatan agar hidupnya dirasakan berarti dan berharga.
c. Makna Hidup (meaning of life)
 Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagai seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan. Bila hal itu berhasil dipenuhi akan menyebabkan seseorang merasakan kehidupan yang berarti dan akhirnya akan menimbulkan perasaan bahagia. Namun sebaliknya ini dapat berujung pada keputusasaan. Menurut Frankl makna hidup bersifat personal dan unik. Ini disebabkan karena individu bebas menentukan caranya sendiri dalam menemukan dan menciptakan makna.

Frankl menyatakan bahwa individu memperoleh makna hidupnya melalui 3 sumber, yaitu :
1.             Creative values
Nilai ini adalah apa yang diberikan individu pada kehidupan. Ini biasanya berupa suatu karya yang kelihatan atau ide yang tidak kelihatan atau dengan melayani orang – orang lain yang merupakan suatu ungkapan individu.
2.             Experiental values
Ini menyangkut apa yang bisa individu terima dari kehidupan. Misalnya menemukan kebenaran, keindahan dan cinta. Nilai-nilai pengalaman dapat memberikan makna sebanyak nilai-nilai daya cipta/ kreativitas. Ada kemungkinan individu untuk memenuhi arti kehidupan dengan mengalami berbagai segi kehidupan secara intensif meskipun individu tersebut tidak melakukan tindakan-tindakan yang produktif .
3.             Attitudinal values
Nilai-nilai sikap adalah sikap yang diberikan individu terhadap kodrat-kodrat yang tidak dapat diubah. Situasi-situasi buruk yang dapat memberikan keputusasaan dan dapat memberikan kesempatan yang sangat besar bagi individu untuk menemukan makna hidupnya. Nilai-nilai sikap ini menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran dan keberanian segala bentuk penderitaan yang tidak mungkin dihilangkan seperti kematian, bencana, sakit yang tidak dapat disembuhkan dan menjelang kematian.


Pembahasan
Pada masa pemerintahannya, Park Geun-hye telah banyak memberi sumbangsih pada masyarakat Korsel, diantaranya kerjasama yang dilakukan dengan beberapa negara berpengaruh seperti Amerika dan memperbaiki hubungan Korsel-China. Ini terbukti lewat pidato yang dilakukannya dalam bahasa mandarin sewaktu berada di Tiongkok. Park Geun-hye juga berikthiar bahwa dalam masa jabatannya ia akan berusaha untuk membela hak-hak kaum yang tertindas. Ini berdasarkan teori Viktor Frankl adalah salah satu sumber makna hidup yang dapat membantu manusia menemukan makna hidupnya, yaitu nilai kreatifitas atau nilai daya cipta.
Dalam interview yang dilakukan dengan Park Geun-hye, ia menyatakan bahwa semangat hidupnya kembali semenjak ia pindah ke desa dan bertemu dengan banyak orang yang polos dan jujur, kasih mereka yang tan­pa pamrih telah membawakan ke­beranian kepadanya untuk hidup. Dia juga bersyukur, selama masa-masa paling sulit, karena membaca karya klasik dan filsafat Tiongkok, telah membawakan kekuatan da­mai kepadanya, dan dari keadaan itu telah menyadari cara untuk menanggulangi kesulitan. Dimana sebelumnya ia mengalami depresi berat akibat kontroversi yang ditimbulkan semasa jabatan ayahnya sebagai Presiden Korsel. Ia bahkan pernah dijadikan tahanan rumah dan dilarang untuk aktif dalam kegiatan politik manapun. Ia dan adik-adiknya terpaksa pindah ke sebuah desa untuk mengasingkan diri karena ayah dan ibunya tewas terbunuh. Namun ketabahannya akan peristiwa yang menimpanya ini membuatnya menemukan makna hidupnya dimana ia mengatakan bahwa Walaupun tidak bisa dihindari, akan tetapi dalam situasi apapun, tidak seharusnya kehilangan diri sendiri. Agar tidak kehilangan diri sendiri, dia sangat mementingkan prinsip dan menaruh perhatian atas kejujuran. Ini disebut Viktor Frankl sebagai sumber makna hidup dilihat dari sisi nilai pengalaman dan sikap. Apa yang ia berikan pada dunia, apa yang dunia berikan padanya, serta bagaimana ia menyikapinya membuat Park Geun-hye menemukan makna hidupnya yaitu ia harus bangkit dan meneruskan visi ayahnya bagi Korea Selatan.
Dalam menemukan ketiga sumber makna hidup ini, Park Geun-hye menyadari bahwa tidak ada orang yang dapat mengubah nasibnya selain dirinya sendiri. Ini merupakan contoh freedom of will yang dimiliki manusia, yaitu bertanggungjawab atas dirinya sendiri. Hal ini didasari oleh adanya will of meaning dimana Park Geun-hye terdorong untuk tidak hanya hidup di desa saja, tapi harus bangkit dan meneruskan kejayaan ayahnya. Dan pada akhirnya dapat dikatakan bahwa Park Geun-hye adalah salah satu orang yang telah menemukan makna hidupnya dimana Ia ingin mengangkat Korsel menjadi negara yang lebih baik, membela Korsel dalam perperangan, serta menjadi batu karang yang tetap berdiri tegak ditengah derasnya ombak.



Daftar Pustaka
Wikipedia.com. 2012. Park Geun-hye. [Online] http://id.wikipedia.org/wiki/Park_Geun-hye
Viktor Frankl Institute. [Online] http://www.viktorfrankl.org/e/logotherapy.html
Nonagusti.blogspot.com. 2014. Makalah Teori Eksistensialisme Viktor Frankl: Psikologi Kepribadian II [Online] http://nonagusti.blogspot.com/2014/04/makalah-teori-eksistensialisme-viktor_6075.html